BUNDA HATI KUDUS

DALAM HIDUP DAN TUGAS PERUTUSAN KITA

Asal Mula Gelar Bunda Hati Kudus

Pater Jules Chevalier sangat yakin bahwa Maria berperanan besar sebagai Pengantara dalam rencananya untuk mendirikan Tarekat MSC. Pater Chevalier senang menceriterakan asal mula gelar dan devosi tersebut. Menurutnya untuk mengerti asal mulanya kita harus kembali ke peristiwa 8 Desember 1854: “Untuk menemukan asal mula devosi kepada Bunda Hati Kudus, sebagaimana kita kenal sekarang, kita harus kembali ke peristiwa 8 Desember 1854, hari kenangan pemakluman dogma Maria Dikandung Tanpa Noda.”[1]

Dalam novena yang mendahului pembentukan Tarekat MSC ia menjanjikan dua hal, sebagaimana ia sampaikan dalam suratnya kepada P. Ramière SJ, tertanggal 9 Desember 1862: “Sejak novena pertama pada bulan Desember 1854, kami telah berjanji kepada Perawan Tersuci bahwa, jikalau ia mendengarkan kami, kami akan menggunakan gelar Misionaris Hati Kudus Yesus, dan kami akan berupaya dengan sepenuh hati untuk menghidupi maknanya yang indah dan mendalam.... dan berupaya agar ia dikenal dan dicintai.”

Bagi Pendiri bantuan yang diterima dari Bunda Kita selama waktu discernment merupakan suatu pengalaman mendalam. Baginya hal itu merupakan bukti bahwa pembentukan Tarekat Misionaris Hati Kudus merupakan kehendak Allah, dan bahwa Bunda kita menyertai dia dalam proyek ini. Dalam “Kontrak antara Maria dan kedua imam Hati Kudus”, pasal III, kedua pendiri berjanji : “Sebagai tanda terima kasih kepada Maria, mereka akan memandang dia sebagai Pendiri dan Pemegang Kedaulatan mereka. Mereka akan menyatukan diri dengannya dalam segala karya serta berupaya agar dia dicintai secara khusus.”[2] Pater Chevalier mengungkapkannya dengan dua cara, yakni memberi gelar “Bunda Hati Kudus” kepada Perawan Tersuci dan memberi pada Tarekatnya yang baru nama “Putri-Putri Bunda Hati Kudus” (1874).

Pater Chevalier menegaskan bahwa gelar Bunda Hati Kudus bukan berasal dari suatu peristiwa penampakan atau pewahyuan khusus, tetapi dari suatu penemuan, penghayatan dan keyakinan pribadi, yang diperdalamnya melalui doa dan meditasi.

Perasaan-perasaan syukur serta janji sedemikian memenuhi pikiran dan hati Pendiri serta para konfraternya, sehingga tepat pada hari peresmian sebagai Misionaris Hati Kudus, 12 September 1855, pesta Nama Suci Maria, mereka tidak hanya merenungkan makna nama mereka, tetapi juga mulai memikirkan Maria sebagai Bunda Hati Kudus.[3] Bukankah dia menyertai mereka dalam usaha ini? Bukankah ia juga adalah Misionaris Hati Kudus?

Selama bertahun-tahun Pater Chevalier merenungkan hal ini dalam keheningan, tetapi nampaknya ia baru berbagi pikiran dengan rekan-rekan sejawatnya ketika ia sudah harus mewujudkannya. Percakapannya di bawah pohon limau telah menjadi bagian dari kisah pembentukan Tarekat MSC. Kisahnya indah.

Pada tahun 1859 kami biasanya melewatkan rekreasi sore kami sambil duduk di bawah naungan pohon-pohon limau, karena matahari sangat panas. Pada suatu waktu beberapa konfrater hadir, baik dari komunitas kami maupun dari paroki-paroki tetangga.[4] Seperti biasanya, kami membica-rakan soal pembangunan gereja - hanya bercakap-cakap santai tanpa banyak berkonsentrasi pada pokok itu.

Tiba-tiba Pater Chevalier, yang rupanya sedang penuh dengan gagasan, bertanya kepada kami: “Nama apa yang akan kita berikan pada kapel Bunda Kita yang berada di dalam gereja kita?”

Kami menjawab sesuai daya tarik dan devosi kami masing-masing. Yang satu berkata: Hati Maria tanpa noda, atau Bunda Kemenangan. Yang lain: Bunda Kita, Bunda Kerahiman, dan yang lain lagi: Bunda Rosario.

“Tidak, tidak,” kata Pater Chevalier. “Kita akan menyebut-nya Bunda Hati Kudus. Demikian gelar tercinta ini diucapkan untuk pertama kali dan mereka heran mendengarnya. “Hal itu akan berarti,“ kata Pater Piperon, “permohonan diajukan kepada Bunda Kita di Gereja Hati Kudus.”

“Bukan itu, rekanku terkasih,” kata Pater Chevalier dengan segera. “Gelar ini, ‘Bunda Hati Kudus’, memiliki suatu makna mendalam. Itu berarti bahwa karena keibuannya yang ilahi, Maria mempunyai pengaruh besar terhadap Hati Yesus dan melalui dia kita harus datang ke Hati ilahi ini.”

“Ini adalah sesuatu yang baru... Sesuatu yang baru! Tidak seperti yang anda pikirkan. Bagaimana pun juga, di dalam gereja kita akan ada suatu kapel yang dipersembahkan kepada Bunda Hati Kudus.”

“Tapi, apakah hal itu sesuai dengan teologi?” “Tentu saja,” jawab Pater Chevalier. Lalu dengan penuh keyakinan ia mulai menjelaskan alasan-alasan utama yang membenarkan pernyataannya. Pater yang mem-pertanyakan gelar itu mendesak lagi dan berusaha untuk melemahkan argumen Pater Chevalier. Lalu ia menambahkan: “Tidak ada sesuatu yang baru. Anda tahu betul bahwa anda sudah melangkah terlalu jauh. Bagi saya, hal itu nampaknya menyesatkan.”

Tentu saja kata-kata ini, yang diucapkan di tengah kehangatan diskusi, keras namun tidak banyak berpengaruh. Rekreasi mereka berakhir, lalu mereka berpisah.

Bagaimana pun juga, seorang konfrater dari Pater Chevalier menghabiskan sebagian sore hari itu menuliskan pada lengkung atas sekeliling patung Maria tanpa noda, di bawah pohon-pohon tempat mereka berdiskusi, seruan ini: “Bunda Hati Kudus, doakanlah kami.”

Pater Chevalier juga menegaskan bahwa ia tidak mengusulkan suatu ajaran atau doktrin baru berkenaan dengan Maria, tetapi hanyalah mengungkapkan atas cara baru iman konstan dari Gereja tentang pokok ini. “Gelar ini baru dalam hal bentuk, tetapi gagasan yang diungkapkannya sama tua dengan kultus kepada Maria. Non nova, sed nove (terjemahan: bukanlah hal-hal baru, tetapi atas cara yang baru).”[5]

Baiklah kita mengingat bahwa Pater Chevalier memberikan gelar baru Bunda Hati Kudus melalui doa dan meditasi. Kita pun para muridnya perlu bertumbuh dalam pemahaman tentang gelar itu melalui doa dan meditasi. Kita pun hendaknya mempersatukan atas cara baru (non nova sed nove) dua devosi penting bagi kita yakni devosi Hati Kudus dan devosi Bunda Hati Kudus, yang dipandangnya bukan sekedar devosi biasa tetapi merangkum iman kita. Suatu spiritualitas!

Bukan Sekedar Nama

Bagi Pater Chevalier gelar Bunda Hati Kudus bukan sekedar suatu nama. Itu adalah suatu cara untuk mempresentasikan dan memahami Maria, suatu cara untuk berdoa dan berkontemplasi. Itulah rangkuman dari tradisi yang kaya menyangkut teologi dan devosi dalam Gereja sejak Perjanjian Baru tentang peranan yang diberikan oleh Allah kepada Maria dalam rencana keselamatan.

Menjadi kewajiban kita, dalam kesetiaan kepada Pendiri, untuk dari waktu ke waktu semakin memahami dan mengembangkan tradisi yang diwariskannya kepada kita. Dalam pemahaman dan penghayatan Pater Chevalier gelar Bunda Hati Kudus menyatukan dua realitas dan esensi yakni Yesus dan Maria. Cirikhas gelar ini adalah relasi, yakni Maria dalam relasi akrab dengan Yesus, suatu relasi antara Ibu dan Anak.

Patutlah juga diingat bahwa Pendiri kita tidak memahami Hati Kristus secara pietistis terbatas. Baginya Hati Yesus adalah Hati sang Sabda yang menjelma (Inkarnasi), sebagaimana dipahaminya dalam terang Injil Yohanes dan Kolose 1:15-20. Oleh karena itu, gelar Bunda Hati Kudus hendaknya membantu kita untuk memandang Maria dalam cahaya ini. Gelar itu mengundang kita untuk mengkontemplasikan relasi antara Maria dan sang Sabda yang menjelma, dalam rencana keselamatan Allah bagi dunia.

Pengantaraan Maria

Daya tarik populer devosi Bunda Hati Kudus, pada zaman Chevalier dan sesudahnya, sungguh luar biasa (lihat buku “Our Lady of the Sacred Heart”, karangan P. Jan Bovenmars, MSC, bab II).[6] Devosi ini berkembang ke pelbagai negara.

Hal mendasar dari daya tarik dan kepopuleran devosi ini adalah daya pengantaraan Maria pada Hati Puteranya. Hal yang sama dipahami dan diyakini oleh Pater Chevalier, misalnya ketika mengadakan novena kepada Bunda Maria untuk memohonkan restu penyelenggaraan ilahi tentang rencananya untuk memulaikan suatu Tarekat baru (MSC). Untuk menerangkan dan menghayati imannya tentang pengantaraan Maria, Pendiri kita menempatkan peranan Maria ini dalam kaitan dengan pengantaraan unik dari Kristus. “Marilah kita memulai dengan menegaskan suatu kebenaran utama yakni memahami bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Pengantara yang benar antara Allah dan manusia, dan bahwa Dia sendiri, dalam arti sempit, yang mengabulkan doa, bahwa Dia sendiri dan hanya melalui Dia, daya kekuatan yang tak terhingga mengalir, dan bahwa hanya dari Dialah Maria menerima segala sesuatu yang dimilikinya.[7]

Pater Pendiri menyatakan dengan jelas: “Jangan lupa bahwa melalui Maria-lah Yesus diberikan kepada kita. Allah menghendaki agar Ia menimba hidup-Nya dari hati tersuci Perawan Maria. Jangan lupa bahwa Maria, atas cara yang tak terselami, tetap merupakan saluran rahmat bagi kita. Melalui Maria dan dalam kesatuan dengannyalah kita harus pergi kepada Hati Yesus. Panggilah ibu-Nya dengan nama Bunda Hati Kudus, maka yakinlah bahwa nama itu berkenan kepada Yesus.” (J. Chevalier, 1863 – dikutip dalam Konstitusi dan Statuta MSC, hal. 12)

Peristiwa mukjizat perubahan air menjadi anggur dalam pesta nikah di Kana (Yohanes 2:1-11) menegaskan pengantaraan Maria kepada Yesus. Permohonan Maria diamini oleh Yesus karena relasi akrab keduanya sebagai ibu dan anak, yang diwarnai oleh saling percaya. Di bawah Salib Maria menjadi perwakilan dan pengantara kita pada Yesus. Pada awal dan akhir hidup Yesus, Maria berada di sana!

 

 

Dalam Tugas Perutusan

Penekanan Pendiri kita pada pengantaraan Maria mempunyai dimensi misioner. Tugas Maria adalah menghantar dunia, dengan segala keprihatinan dan problematiknya, ke Hati sang Putra, dan Hati sang Putra kepada dunia. Pada saat krusial dan simbolik sejarah kita, Pater Chevalier menerima, dengan keberanian iman yang luar biasa, misi Mikronesia dan Melanesia. Dalam surat penerimaannya (1881) yang ditujukan kepada Kardinal Simeoni jelaslah bahwa ia berpaling kepada Maria. “Sesuai dengan teladan Santa Maria, dengan rendah hati kami telah memberitahukan tentang ketidaksanggupan kami yang jelas kelihatan serta kekhawatiran kami yang memang beralasan. Meskipun kami telah mengakui semuanya dengan jujur, namun oleh karena Yang Mulia, seperti dilakukan oleh Malaekat, mengatakan: “Jangan takut; terimalah tawaran yang disampaikan; Roh Allah akan menyertai kamu, kekuatan Yang Mahatinggi akan menaungi kamu.” Dengan hormat dan patuh, kami dan Tarekat kami yang hina dina ini menjawab bersama Perawan dari Nazaret: ‘Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu,’ dan bersama Santo Petrus: ‘Atas perintah-Mu, aku akan menebarkan jala’.”[8]

Menarik untuk melihat bahwa dalam beberapa peristiwa Bunda Hati Kudus telah mendahului misi kita ke suatu tempat. Ia selalu beserta kita, berjalan bersama kita, mendampingi kita, misalnya dalam misi di Belanda, Belgia, Inggris, Spanyol, Brasil, Republik Dominika, dsb. Pada 8 Desember 1873 Mgr Comboni, pendiri Tarekat Misionaris Comboni Hati Kudus membaktikan Vikariat Afrika Tengah kepada Bunda Hati Kudus. Konfrater-konfrater kita yang tiba berkarya di Curaçao, El Salvador, India, Meksiko, menemukan Bunda Hati Kudus sudah mendahului mereka di sana.

Hati misioner Maria terhadap kaum miskin dan marginal terungkap dalam Magnificat-nya. Allah Perjanjian, yang dimuliakan oleh Perawan dari Nasaret dalam keagungan jiwanya adalah Dia, yang “memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa.” (Luk 1:51-53) Maria memiliki semangat “para anawim YHWH”, yang menantikan keselamatan Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.

 Untuk Refleksi

Dalam merayakan Pesta Bunda Hati Kudus dan devosi kepada Maria, Bunda Hati Kudus, kita perlu bertanya: apakah dan sejauh manakah kita memberi perhatian dan tempat memadai pada aspek Marial kehidupan pribadi, komuniter dan tugas perutusan kita dalam Gereja? Sejauh mana dimensi kontemplatif kehidupan Maria mewarnai kehidupan rohani dan karya perutusan/pelayanan kita: “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” (Luk 2:19) Maria terbuka pada apa yang diminta oleh Allah. “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38) Ia siap sedia melayani kehendak Allah. Seperti Maria kita diharapkan untuk terbuka mendengarkan Sabda, mengkontemplasikan Sabda dan perbuatan-perbuatan Allah. Seperti Maria kita pun diharapkan untuk siap sedia memenuhi tugas perutusan dan pelayanan kita sebagai murid-murid, utusan-utusan, yang terbuka pada perbuatan-perbuatan besar yang dikerjakan Allah (Luk 1:49).   =====

 

** Mangkey MSC

 

[1] J. Chevalier, Notre-Dame du Sacré-Coeur Mieux Connue, edisi baru, 1879, hal. 5-8; Rapports, hal. 1-6;

   NDS, hal.1-5.

[2] J. Chevalier, The Annals of the Little Society, hal. 4, pasal III.

[3] J. Chevalier, Le Sacré-Coeur de Jésus dans ses rapports avec Marie, 1884, hal. 5: “Seturut kerinduan mereka untuk menunjukkan cinta dan rasa syukur mereka kepada Maria, pada hari itu juga, dalam pikiran mereka, mereka memberi dia nama ‘Bunda Hati Kudus’.”

[4] Di sini Pater Piperon sendiri menambahkan catatan ini: “Tidak mungkin menentukan baik bulan maupun hari saat percakapan ini berlangsung. Tidak ada catatan mengenai hal itu. Sejauh kita dapat mengandalkan memoir-memoir yang ada, percakapan itu pasti terjadi menjelang akhir Mei atau permulaan Juni.”

[5] Notre-Dame du Sacré-Coeur, 1868, p. 11.

[6] Desember  1864                              100.000     anggota

     Desember  1865                              200.000     anggota

     September 1866                              600.000     anggota

     Desember  1867                              1.500.000  anggota

     Juni          1868                               2.000.000  anggota

   1.719.906 ujud doa; 17.300 surat ucapan terima kasih.

[7] Notre-Dame du Sacré-Coeur, 1895, p. 169.

[8] Dikutip oleh J. Bertolini dalam Mission “Ad Gentes”, seri Fontes. Lihat juga Konstitusi dan Statuta MSC, hal. 14.

Go to top