Seminar Kerahiman Ilahi
Dari Rahim Ibunda ke Kerahiman Ilahi
(Pengalaman akan Allah yang Mempersatukan)
Seorang teman saya pernah berkata bahwa dia sangat beruntung menjadi orang Katolik. “Bayangkan! Saya yang sebelumnya penuh dosa dan seharusnya dicampakkan ke dalam neraka, oleh Yesus, Putera Allah, diluputkan dari siksa maut dengan Tubuh dan Darah Kudus-Nya. Tidak cukup sampai di situ! Oleh pengorbanan Putera-Nya, Allah mengangkat saya menjadi anak-Nya! Bagaimana saya tidak merasa sangat beruntung? Yesus mengatakan bahwa Dia adalah Saudara saya. Bapa-Nya adalah Bapa saya sehingga saya boleh menyapa-Nya sebagai “Bapa”. Ibu-Nya adalah Ibu saya sehingga saya boleh menyapanya sebagai “Bunda”. Tentu saja, selama saya masih mengembara di dunia, dengan segala kelemahan manusiawi yang ada, saya masih sangat mungkin jatuh ke dalam dosa meskipun saya tidak menginginkannya. Tapi Yesus mengundang saya untuk rutin menghadiri Misa Kudus. Dia memberi saya makan Tubuh dan Darah-Nya sendiri, setiap hari, agar saya yang lemah ini dikuatkan. Di kala saya menyadari bahwa saya telah lengah dan jatuh ke dalam dosa, saya selalu merasa kangen kepada Bapa. Dan ruang Pengakuan Dosa menjadi tempat saya dan Bapa yang mencintai saya saling melepas kangen. Setiap kali Pastor memberikan absolusi dan saya melangkah ke luar dari ruangan tersebut, saya merasa damai sekali. Rasanya bahagia sekali berada dalam pelukan Bapa dalam moment indah Sakramen Rekonsiliasi.”.
***
Mengalami kasih dan kerahiman Allah. Itulah ajakan yang ditawarkan kepada sekitar 500 orang peserta Seminar Kerahiman Ilahi pada Sabtu, 17 Maret 2018 di Aula Siti Mariam. Para peserta berasal dari 27 paroki yang berada dalam naungan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Seminar yang diselenggarakan oleh Komunitas Kerahiman Ilahi St. Faustina KAJ bersama Komunitas Lumen Christi Paroki Kedoya ini menampilkan Pastor Yohanes Subagyo, Pr, Pastor Celsius Mayabubun, MSC dan Estherina Arianti Djaja sebagai narasumber dengan moderator Ricky Fadjar dan Devi Susanti.
Ketua Panitia, Haryanto Tjenderasa, dalam sambutannya menyampaikan harapan agar para devosan Kerahiman Ilahi lebih mempersiapkan diri untuk menyambut Pesta Kerahiman Ilahi yang jatuh pada tanggal 8 April 2018. Sementara Stephanus Kristianto, Ketua Komunitas Kerahiman Ilahi St. Fastina KAJ mengajak para peserta untuk menambah iman sebagai devosan Kerahiman Ilahi, semakin mengandalkan Tuhan dan semakin bersemangat melakukan perbuatan amal kasih.
Pastor Yohanes Subagyo, Pr yang membawakan sesi pertama dengan subtema “Pengalaman akan Allah yang Mempersatukan” mengingatkan bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan kerahiman. Kerahiman dibutuhkan sejak dalam rahim ibu dan senantiasa diperlukan di sepanjang hidupnya. Kebutuhan manusia akan kerahiman itulah yang mendorong Allah untuk menjelma menjadi manusia. Hanya lewat kehadiran Allah yang berlimpah kerahiman, manusia sampai pada keselamatan.
Pastor yang akrab disapa dengan sebutan Romo Subagyo ini mengingatkan para peserta untuk mengubah paradigma tentang Sakramen Tobat. Pengakuan dosa pada hakekatnya bukanlah mengingat-ingat semua kesalahan yang pernah diperbuat lalu mengakukan dosa dalam sebuah daftar panjang. Sakramen Tobat sejatinya adalah pengakuan iman akan Kerahiman Allah. Romo Subagyo juga mengingatkan bahwa kerahiman perlu menyentuh pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa pengalaman dan keyakinan akan kasih dan kerahiman Allah, devosan sulit menjadi rasul Kerahiman.
Narasumber kedua, Pastor Celsius Mayabubun, MSC, membahas subtema “Gereja Sebagai Gerakan Mewujudkan Persatuan dalam Perbedaan”. Pastor Kepala Paroki Kedoya yang akrab disapa Rocel ini mengatakan, “Iman butuh pemahaman. Setelah dipahami, perlu direnungkan dan dilaksanakan.”. Gereja KAJ berada di tengah masyarakat yang berbeda suku, ras, budaya dan agama. Perbedaan itu merupakan suatu kenyataan. Sejak awal berdirinya Indonesia, perbedaan itu diterima dan dijamin keberadaannya dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Namun belakangan ini kebhinnekaan sebagai kekayaan hidup dipersoalkan. Intoleransi menguat. Muncul kelompok-kelompok radikal dengan fanatisme agama yang sering melakukan tindakan-tindakan anarkis. Ada kecenderungan disintegrasi bangsa. Upaya mewujudkan sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, menjadi suatu keharusan yang menuntut komitmen bersama.
Gereja dipanggil memperjuangkan persatuan dalam perbedaan. Namun perjuangan tersebut harus didasari oleh semangat Gembala yang baik dan murah hati. Mengakhiri paparannya, Rocel mengingatkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan mengandalkan kekuatan sendiri tidak akan berhasil karena keterbatasan dan kelemahan manusiawi kita. Seluruh proses dan upaya untuk memperjuangkan persatuan dalam kebhinnekaan hanya dapat diwujudkan ketika kita benar-benar memohon agar Allah yang Maha Rahim berjalan bersama kita dan Bunda Maria senantiasa menuntun di dalam upaya mewujudkan “Kita Bhinneka, Kita Indonesia”.
Subtema terakhir “Devosi Kerahiman Ilahi dan “Habitus Baru” (Tata Nilai dan Devosi Kerahiman Ilahi yang Membentuk Kebiasaan Baik)” dipaparkan dengan gamblang oleh Estherina. “Masih ada 22 hari menuju Pesta Kerahiman Ilahi. Santa Faustina meminta kita melakukan satu kebaikan setiap hari. Jika setiap kita yang ada di ruangan ini melakukan satu kebaikan setiap hari, berapa banyak kebaikan yang dapat kita lakukan sejak hari ini hingga Pesta Kerahiman Ilahi?”, demikian Estherina mengingatkan kembali dahsyatnya multiplier effect kepada para peserta.
Dalam paparan selanjutnya, para peserta diajak untuk lebih masuk ke dalam hati, merenungkan kembali motivasi yang mendasari setiap perbuatan baik yang dilakukan. Apakah saya sungguh-sungguh melakukan kebaikan tanpa pamrih ataukah sesungguhnya kebaikan itu saya lakukan karena sedang mementingkan diri sendiri? Inti dari devosi Kerahiman Ilahi adalah mengandalkan Tuhan dan berbelaskasih kepada sesama. Visi devosi Kerahiman Ilahi adalah mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kalinya ke dunia. Misinya adalah memperbaharui dunia dengan meneladan Yesus yang berbelaskasih tanpa pamrih, memberitakan kerahiman Allah kepada dunia, serta berdoa memohon kerahiman Ilahi untuk para pendosa, para imam/biarawan/biarawati dan jiwa-jiwa di purgatorium.
Estherina berharap agar selesai mengikuti seminar ini, para peserta mendapatkan paradigma baru yang membawa perubahan tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga sekaligus mau dipakai Tuhan untuk mengajak orang lain berubah. Semoga.****Anna Fransiska